Hukum Bermain Catur
Permainan catur cukup dikenal oleh masyarakat di seluruh dunia, termasuk juga oleh masyarakat kita. Ternyata permainan catur ini telah dibahas juga oleh para ulama dalam kitab-kitab fikih, bahkan dibahas para salaf sejak dahulu. Bagaimana hukum bermain catur dalam pandangan Islam?
Dalil-dalil tentang permainan catur
Pertama, tidak terdapat hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang catur, sebagaimana dikatakan oleh Al ‘Ajluni dalam Kasyful Khafa’ (2: 568).
Terdapat beberapa hadits tentang permainan catur, namun tidak lepas dari hadits palsu atau hadits lemah. Di antaranya:
الشَطرنجُ هو مَيسرُ الأعاجِمِ
“Permainan catur adalah judinya orang-orang ajam (non-Arab).”
(HR. Al-Baihaqi dalam Al-Kubra no. 20928. Syaikh Al Albani berkata, “Saya tidak menemukan sanadnya”, dalam Takhrij Al-Misykah no. 4436).
الشِّطرنجُ ملعونةٌ ملعونٌ من لعِب بها
“Permainan catur itu terlaknat, terlaknat pula orang yang memainkannya.”
(HR. Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla, 7: 568. Ibnu Hazm sendiri mengatakan sanad hadits ini munqathi‘. Ibnu Abdil Hadi mengatakan, “Hadits ini tidak ada sanadnya, atau ada sanadnya namun tidak bisa menjadi hujjah”, dalam Risalah Lathifah, hal. 55).
إذا مَرَرْتُم بهؤلاءِ الذين يلعبونَ الأزلامَ : الشطَرَنْجَ والنَّرْدَ وما كان من اللهوِ، فلا تُسَلِّموا عليهم
“Jika kalian melewati orang-orang yang bermain al-azlam, yaitu catur dan dadu, dan permainan yang sia-sia lainnya, maka jangan ucapkan salam kepada mereka.”
(HR. Al-Ajurri dalam Tahrim An-Narad, hal. 30. Syaikh Al-Albani berkata, “Hadits ini palsu”, dalam As-Silsilah Adh-Dha’ifah no. 1146).
Dan beberapa hadits lainnya, yang tidak bisa menjadi hujjah.
Namun di sisi lain, terdapat banyak atsar dari sebagian sahabat Nabi yang melarang bermain catur. Di antaranya dari Abdullah bin Umar radhiallahu’anhu,
أنَّه سُئل عن الشِّطْرَنْجِ فقال : هو شرٌّ من النَّرْدِ
“Beliau ditanya tentang permainan catur. Beliau menjawab, dia lebih buruk dari permainan dadu.”
(HR. Al-Baihaqi dalam Al-Kubra no. 20934, Adz-Dzahabi dalam Al-Muhadzab, 8: 4224, dan beliau mengatakan, “Sanadnya nazhif [bersih].” Juga dishahihkan oleh Ibnul Qayyim dalam Al-Furusiyyah [313])
Sedangkan haramnya permainan dadu, disebutkan dalam hadits dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَعِبَ بِالنَّرْدِ فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ
“Siapa yang bermain dadu, sungguh dia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Abu Daud no. 4938, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Abu Daud).
Juga hadits Buraidah Al-Aslami radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَعِبَ بِالنَّرْدَشِيرِ فَكَأَنَّمَا صَبَغَ يَده فِي لَحْم خِنْزِير وَدَمه
“Siapa yang bermain dadu, seakan-akan dia mencelupkan tangannya ke dalam daging dan darah babi.” (HR. Muslim no. 2260)
Dan disebutkan oleh Ibnu Umar di atas, bermain catur lebih parah dari bermain dadu. Sebagaimana juga perkataan Imam Malik rahimahullah,
الشَّطْرَنْجُ مِنَ النَّرْدِ
“Catur termasuk dalam cakupan permainan dadu.” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Al-Kubra, no. 20933).
Tentang catur juga, diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu,
أن عليا رضى الله عنه مر على قوم يلعبون بالشطرنج , فقال: ما هذه التماثيل التى أنتم لها عاكفون؟ !
“Ali bin Abi Thalib melewati beberapa orang yang sedang bermain catur. Ali berkata, apakah kalian ber-i’tikaf di depan patung-patung ini?”
(Diriwayatkan oleh Al Ajurri dalam Tahrimun Narad, 1: 43, juga Al-Baihaqi, 10: 212. Dishahihkan oleh Ibnu Taimiyah dalam Minhajus Sunnah (3: 438), juga oleh Ibnul Qayyim dalam Al-Furusiyah (hal. 310), namun didhaifkan oleh Al-Albani dalam Irwaul Ghalil (8: 288) karena sanadnya munqathi’).
Juga diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu,
عَن ابْن عَبَّاس أَنه ولي مَالا ليتيم فَوَجَدَهَا فِي تَرِكَة وَالِد الْيَتِيم فأحرقها
“Dari Ibnu ‘Abbas, dia pernah mengelola harta anak yatim (di baitul mal). Kemudian dia menemukan papan catur di sana sebagai warisan dari orang tua anak yatim, maka Ibnu Abbas pun membakarnya.” (Diriwayatkan oleh Imam Malik secara balaghan [tanpa sanad], disebutkan Al-Baihaqi dalam Al Kubra [20933] sanadnya sampai imam Malik)
Dan beberapa atsar dari sebagian sahabat Nabi yang lain. Yang semuanya saling menguatkan satu dengan lainnya.
Baca Juga: Syarat Boleh Bermain Sepakbola dan Futsal
Pendapat para ulama
Dari sini, ulama ijma‘ (sepakat) tentang haramnya permainan catur jika menggunakan taruhan atau jika melalaikan dari perkara yang wajib.
Jika tanpa taruhan dan tidak melalaikan dari yang wajib, jumhur ulama tetap mengharamkannya. Ini pendapat madzhab Hambali, Hanafi, Maliki, dan sebagian ulama Syafi’iyyah.
Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan,
وأما الشطرنج فهو كالنرد في التحريم
“Adapun catur, maka hukumnya haram sama seperti permainan dadu.” (Al-Mughni, 14: 155)
Adz-Dzahabi (ulama Syafi’iyyah) rahimahullah mengatakan,
وَأما الشطرنج فَأكْثر الْعلمَاء على تَحْرِيم اللعب بهَا سَوَاء كَانَ برهن أَو بِغَيْرِهِ أما بِالرَّهْنِ فَهُوَ قمار بِلَا خلاف وَأما الْكَلَام إِذا خلا عَن الرَّهْن فَهُوَ أَيْضا قمار حرَام عِنْد أَكثر الْعلمَاء … وسئل النووي رحمه الله عن اللعب بالشطرنج أحرام أم جائز ؟ فأجاب رحمه الله تعالى : إن فوت به صلاة عن وقتها أو لعب بها على عوض فهو حرام وإلا فمكروه عند الشافعي وحرام عند غيره
“Adapun permainan catur, mayoritas ulama mengharamkannya, baik dengan taruhan ataupun tanpa taruhan. Adapun jika dengan taruhan, maka tidak ada khilaf ulama. Adapun jika tanpa taruhan, ini juga merupakan qimar yang haram menurut mayoritas ulama … An-Nawawi rahimahullah ditanya tentang permainan catur, apakah haram atau boleh? Beliau menjawab, jika melalaikan shalat hingga keluar waktunya atau menggunakan taruhan, maka haram. Jika tidak demikian, maka makruh menurut Imam Asy-Syafi’i, namun haram menurut ulama lainnya (jumhur ulama).” (Al-Kabair, hal. 89)
Bahkan Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa tidak ada sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang membolehkan permainan catur dan tidak ada di antara mereka yang memainkannya. Beliau rahimahullah mengatakan,
ومفسدة الشطرنج أعظم من مفسدة النرد ، وكل ما يدل على تحريم النرد فدلالته على تحريم الشطرنج بطريق أولى . . . وهذا قول مالك وأصحابه، وأبي حنيفة وأصحابه، وأحمد وأصحابه، وقول جمهور التابعين . . . ولا يُعلم أحدٌ من الصحابة أحلها ولا لعب بها
“Kerusakan dari permainan catur itu lebih besar dari permainan dadu. Semua hal yang menunjukkan harammya permainan dadu, maka itu juga lebih berlaku lagi untuk pengharaman permainan catur, dengan menggunakan qiyas aula. … Dan ini adalah pendapat Imam Malik dan ulama Malikiyah, pendapat Abu Hanifah dan ulama Hanafiyah, pendapat Imam Ahmad dan ulama Hambali, dan juga pendapat mayoritas tabi’in … dan tidak diketahui satu pun sahabat Nabi yang menghalalkan permainan catur, serta tidak diketahui satu sahabat Nabi pun yang memainkannya.” (Al-Furusiyah, hal 303 – 311).
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah mengatakan,
هذا محرَّمٌ عند الجميع، عند جميع العلماء، إذا كان بالمال، فيه مال.الحال الثاني: أن يكون بغير مالٍ فالجمهور على تحريمه أيضًا، كما ذكر ذلك ابنُ القيم رحمه الله في “الفروسية” وغيره، قال: أن الأكثر على تحريمه؛ لما فيه من المغالبة والصدّ عن سبيل الله، ويفعل فعل الشطرنج الذي فيه المال…. النرد يُسكر العقول كسكر الخمر، يُسكرها ويُسبب شرَّها، ولهذا ذهب الجمهور إلى تحريمه
“Permainan catur hukumnya haram menurut seluruh ulama jika terdapat taruhan harta. Keadaan yang kedua, jika tanpa taruhan harta, maka jumhur ulama tetap mengharamkannya. Sebagaimana dijelaskan Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitab Al-Furusiyyah dan para ulama lainnya. Mereka mengatakan bahwa mayoritas ulama mengharamkannya. Karena permainan catur dapat memalingkan orang dari jalan Allah dan juga mereka menirukan permainan catur yang disertai taruhan. Demikian juga permainan dadu, dia bisa menjadi candu bagi akal, seperti sifat candu yang ada pada khamr. Ia menjadi candu dan akan menyebabkan keburukan. Oleh karena itulah, jumhur ulama mengharamkannya.” (Mauqi’ Ibnu Baz, https://binbaz.org.sa/fatwas/25414 )
Perlu direnungkan juga penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin tentang mengapa para ulama mengharamkan permainan catur. Beliau rahimahullah mengatakan,
“Pendapat yang rajih (kuat), adalah bahwa permainan catur itu hukumnya haram. Alasannya:
Pertama: permainan catur secara umum tidak lepas dari adanya patung-patung dan telah diketahui bahwa terus-menerus bermuamalah dengan patung itu hukumnya haram. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لا تدخل الملائكة بيتاً فيه صورة
“Malaikat tidak masuk ke rumah yang terdapat gambar makhluk bernyawa.” (HR. Bukhari no. 3225 dan Muslim no. 2106)
Kedua: permainan catur umumnya melalaikan dari mengingat Allah ‘azza wa jalla. Dan semua yang melalaikan dari mengingat Allah ‘azza wa jalla itu hukumnya haram. Berdasarkan firman Allah Ta’ala ketika menjelaskan hikmah pelarangan khamr, judi, anshab (berhala), dan azlam (judi dengan anak panah). Dalam firman Allah Ta’ala,
إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ ۖ فَهَلْ أَنتُم مُّنتَهُونَ
“Sesungguhnya setan ingin menjerumuskan kalian dalam permusuhan dan kebencian, melalui khamr dan judi. Dan setan ingin memalingkan kalian dari mengingat Allah dan juga dari shalat. Maka mengapa kalian tidak berhenti melakukannya?” (QS. Al-Maidah: 91)
Ketiga: karena umumnya orang yang memainkan permainan ini, pada mereka terjadi pertikaian, persaingan, dan kata-kata celaan yang tidak semestinya dilontarkan kepada sesama muslim.
Keempat: dan juga jika seseorang memfokuskan pikirannya untuk permainan ini, maka pikirannya akan terbatasi pada hal-hal seputar itu saja yang akan membuat dia digolongkan sebagai orang yang dungu. Sebagaimana pernah disampaikan oleh orang yang saya percayai tentang hal ini. Ia mengatakan: orang yang menghabiskan pikirannya untuk permainan catur, ketika dia dituntut untuk menggunakan kecerdasannya dalam hal lain, kita dapati dia menjadi orang yang dungu dan pelupa.
Karena sebab-sebab inilah permainan catur hukumnya haram. Ini pun jika permainan tersebut selamat dari judi, yaitu tidak adanya hadiah bagi yang menang. Jika terdapat unsur-unsur yang disebutkan penanya atau terdapat unsur judi, yaitu adanya hadiah bagi pemenang, maka permainan ini lebih terlarang lagi dan lebih berbahaya lagi.” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi Syaikh Ibnu Al Utsaimin, 24: 2)
Semoga Allah Ta’ala memberi taufik.
Baca Juga:
Penulis: Yulian Purnama
Artikel asli: https://muslim.or.id/61789-hukum-bermain-catur.html